GKA ZION dan UKHUWAH WATHANIYYAH – Aku datang di lokasi tepat 16.30. Terop terpasang kokoh di depan gereja. Kursi-kursi plastik berderet. Ada banner besar di depan. Belum ada satu pun warga yang hadir. Aku ditemani Bagus, honorer Pemkab Jombang, yang selama ini juga aktif di GUSDURian bersamaku.
Sore itu, Selasa (18/3/2025), Gereja Kristen Abdiel (GKA) Zion Pos Pekabaran Injil Desa Tunggorono Jombang Kota menyelenggarakan buka bersama bagi masyarakat sekitar. Gereja ini merupakan ranting dari cabangnya yang ada di Jl. Pahlawan Jombang.
Dalam 2-3 tahun terakhir ini aku memang dekat dengan GKA Zion, baik yang di Jl. Pahlawan maupun di desa Tunggorono. Dari coraknya, gereja ini terlihat cenderung beraliran injili.
Kedekatanku diawali oleh keinginan gereja mereka di Jl. Pahlawan untuk memugar bangunan depan. Kondisinya saat itu memang tidak lagi representatif, seperti tempat praktik dokter jaman dahulu.
Aku bersama-sama teman-teman GUSDURian, kala itu, ikut memikirkan bagiamana keinginan itu bisa dilaksanakan, tanpa perlu ada gejolak.
Baik gereja yang ada di Jl. Pahlawan maupun Tunggorono, keduanya berada di tengah perkampungan mayoritas Islam. Alhamdulillah pembangunan berjalan lancar. GKA Pos PI Tunggorono, tempat berlangsungnya acara buka bersama, telah berdiri sejak 20an tahun, di perumahan belakang Bravo. Tahun ini, adalah tahun kedua mereka menyelenggarakan buka bersama.
“Berapa jemaatnya di sini, mas?” tanyaku pada Mas is, salah satu majelis.
“25, gus,”
“Kepala Keluarga?”
“Kepala, gus,”
“Sedikit sekali. Ayo dong diperbanyak,” kataku disambut tawanya.

Bukber GKA Zion
Tahun lalu, dengan segenap pengharapan dan kekuatiran, mereka memberanikan diri menemui Ketua RT setempat, menyampaikan keinginan mengadakan bukber.
Ketua RTnya ternyata kawanku sendiri. Mastuki Pandi. Orang NU yang nyaleg melalui PKS dalam Pemilu 2024. Ia berpikiran sangat terbuka. Faksi NU GUSDURian menurutku.
Mastuki menyambut baik keinginan GKA Zion Tunggorono mengadakan buka bersama. Adalah Ev. Suyanto, yang melayani GKA Tunggorono, sosok pioneer yang tanpa lelah membuka komunikasi ke lingkungan sekitar, termasuk kepada Mastuki dan ketua RT/RW lain. Bagiku Mastuki adalah RT muslim teladan di Jombang.
“Saya kaget membaca undangan buka bersama tahun ini. Sebab ada kata ” UKHUWAH WATHANIYYAH ” di dalamnya. Keren sekali Pak Yanto ini,” kata Mastuki dalam sambutannya sore itu.
Pdt. Made, pendeta utama di GKA yang juga seniornya Ev. Suyanto, sontak berbisik padaku, menanyakan apa arti ukhuwah wathaniyah.
“Istilah itu khas orang NU. Artinya persaudaraan sebagai sesama anak bangsa,” ujarku padanya yang duduk di sebelahku.
Sore itu, semua kursi terisi penuh. Banyak Ketua RT hadir, juga beberapa Ketua RW. Salah satu Ketua RW, aku lupa namanya, menyempatkan diri memberikan sambutan. Ia mengeluarkan secarik kertas dan membacanya.
Peserta makin banyak karena beberapa aktifis GusDurian Jombang juga hadir, dikomandani koordinator Emma. Mereka membaur jadi satu dengan yang lain.
“Sekarang, saya persilahan Gus Aan memberikan tausiyah sembari menunggu buka bersama,” kata Mas Is yang menjadi moderator.

Aan Anshori
Aku mengupas tiga hal. Pertama, ramadhan sebagai upaya serius Tuhan yang seakan tidak rela membiarkan manusia terus-terusan terjatuh dalam dosa kenikmatan.
Kedua, aku menekankan Ramadlan sebagai kontinuitas puasa dari agama-agama sebelum Islam hadir. Islam, menurutku, memilih rendah hati menyatakan dirinya bagian dari agama-agama yang sudah ada. Sejajar, setara, tidak dibawah atau di atas mereka.
Ketiga, menurutku ujung dari yang dikehendaki Allah dari puasa Ramadlan adalah adanya ketakwaan dalam diri orang Islam. Di titik ini, aku mengupas indikator-indikator ketakwaan.
“Jadi, ibu bapak bisa langsung self-checking sejauhmana kualitas takwa pascaramadlan diperoleh. Ndak perlu nunggu nanti di surga,”
Beduk maghrib akhirnya menampakkan dirinya tanpa malu-malu. Begitu pula kami, tanpa malu-malu langsung menyerbu makanan yang ada di ruang sebelah gereja. Aku melihat tidak ada satupun wajah yang kusut. Semua riang gembira. Makanan dan minuman didadas warga.
“Gus Aan nggak makan? Ayo makan,” kata ce Li Chu, salah satu jemaat senior GKA Zion Pahlawan yang hadir bersama rombongan.
“Ada babinya?”
“Duh nggak ada gus. Semuanya halal kok,” katanya terlihat kuatir.
“Lho aku justru nyari yang ada babinya,” kataku guyon. Ce Li Chu dan kawan-kawan langsung tenang kembali.
Buka bersama oleh gereja dengan lingkungan sekitar yang mayoritas Islam mungkin baru pertama kali terjadi di Jombang, di GKA Zion Tunggoro. Mereka adalah pioner moderasi beragama dalam arti yang sangat konkrit dan mandiri.
Sebelum bubar, aku menyempatkan diri ngobrol dengan rombongan GKA Pahlawan, mengusulkan agar gereja tersebut dapat melaksanakan hal seperti ini tahun depan. Usulanku diapresiasi dan akan dibawa ke rapat gereja.
Bravo GKA Zion Jombang!
Penulis : Aan Anshori